Sejarah Kaos oblong, atau yang lebih dikenal dengan nama T-shirt, menunjukkan pesatnya perubahan teknologi dalam industri garmen. Sejarah T-shirt juga menunjukkan negosiasi antara busana (fashion) dengan ruang dan waktu. Pada mulanya T-shirt hanya diakui sebagai pakaian dalam, alias pakaian yang sangat pribadi. Namun berkat peran media massa, juga penemuan bahan juga model-model yang baru, maka kaos oblong mulai tampil sebagai pakian publik.
Perjalanan T-shirt dari ruang pribadi ke ruang publik juga menunjukkan keberhasilan ekspansi ruang privat terhadap ruang publik. T-shirt juga menunjukkan bagaimana waktu senggang semakin berhasil mengekspansi waktu yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, T-shirt bisa dilihat sebagai suatu bentuk pemanfaatan waktu senggang sebesar-besarnya.
T-shirt merupakan busana yang sederhana. Pakaian ini seolah-olah seperti ingin mengajarkan bagaimana berpenampilan di zaman sekarang : cerdas, ringkas, tangkas, sekaligus santai. Dapat diartikan bahwa semangat kehidupan modern sama dengan "semangat" T-shirt.
Lalu mengapa kaos oblong disebut T-shirt? T-shirt berasal dari kata "shirt". Kata imbuhan "T" muncul karena bentuk pakaian ini yang memang menyerupai huruf "T". Sehingga jika digabungkan jadilah kata "T-shirt". Kata "T-shirt" sendiri diterjemahkan ke dalam bahasa indonesiaa menjadi "kaus oblong".
Penerjemahan ini tidak terlepas dari sejarah perjalanan T-shirt itu sendiri. Dalam kamus Indonesia-Inggris karya Hassan Shadily, "T-shirt" disamakan dengan "kaus dalam", "singlet", dan "undershirt". Dulu benda yang tidak jelas siapa penemunya ini, hanya dipakai sebagai pakaian dalam oleh laki-laki. Pada waktu itu warna dan modelnya sangat monoton. Bahannya berwarna putih dan belum ada variasi ukuran, kerah, serta lingkar lengan.
Secara umum, sejarah T-shirt sebenarnya belum terlalu panjang. T-shirt baru muncul antara akhir abad ke-20. T-shirt berbahan katun biasanya dipakai oleh tentara eropa sebagai pakaian dalam (di balik seragam) yang fleksibel dan bisa dipakai sebagai pakaian luar jika mereka beristirahat di udara siang yang panas.
Istilah "T-shirt" baru muncul di merriam-webster's Dictionary pada tahun 1920. Dan pada masa Perang Dunia II, kaus oblong menjadi perlengkapan standar dalam pakaian militer di Eropa dan Amerika Serikat.
T-shirt mulai di populerkan pada 1947, ketika Marlon Brando yang memerankan tokoh Stanley Kowalsky memakainya dalam pentas teater berjudul A Street Named Desire karya Tenesse William di Broadway, AS. T-shirt berwarna abu-abu yang ia kenakan begitu pas melekat di tubuh Brando, sesuai dengan karakter tokoh yang ia perankan. Pada waktu itu sebagian besar penonton langsung berdecak kagum dan terpaku. Meski demikian, ada juga sebagian kecil penonton yang protes. Mereka menganggap pemakaian T-shirt sebagai perilaku tidak sopan dan pemberontakan.
Tak pelak muncullah polemik seputar T-shirt. Sebagaian kalangan menilai pemakaian T-shirt (undershirt) sebagai busana luar adalah tindakan yang tidak sopan dan tidak beretika. Namun kalangan lainnya terutama anak muda pasca pentas teater tahun 1974 justru dilanda demam T-shirt. Mereka bahkan menganggap benda ini sebagai lambang kebebasan anak muda. Bagi mereka T-shirt bukan semata-mata suatu mode atau tren, melainkan bagian dari keseharian.
Polemik tersebut selanjutnya justru menaikkan popularitas T-shirt dalam percaturan mode. Imbasnya beberapa perusahaan konveksi mulai bersemangat memproduksinya, walaupun semula mereka meragukan prospek bisnis T-shirt. Mereka mengembangkan T-shirt dengan berbagai bentuk dan warna serta membuatnya secara besar-besaran. citra T-shirt semakin menanjak lagi ketika Marlon Brando sendiri menjadi bintang iklan produk tersebut, dengan memakai kaus oblong yang dipadu celana jean dan jaket kulit.
Meski sudah mulai mendunia sejak tahun 50-an, konvensi mode dunia tetap saja belum memasukkan T-shirt ke dalam kategori busana (fashion). T-shirt masih dianggap sebagai pakaian dalam yang tidak pantas dikenakan sebagai pakaian luar. Memakai T-shirt sama dengan tindakan yang unfashion.
Tidak mengherankan jika anak muda penggemar musik heavy metal malah sengaja memilih T-shirt sebagai sebuah bentuk penolakan terhadap aturan mode dunia. Menyobek beberapa bagian T-shirt merupakan bagian dari gaya subkultur komunitas punk. Bagi mereka ini adalah tindakan berbusana yang sifatnya unfashion.
Teknologi screenprint (sablon) di atas T-shirt katun dimulai pada awal tahun 60-an. Setelah teknik sablon semakin maju, selanjutnya yang di kembangkan adalah model dan bentuk T-shirt itu sendiri. kemudian muncullah berbagai bentuk T-shirt baru seperti tank top, muscle shirt, scoop neck, v-neck, dan sebagainya.
Mungkin karena semakin maraknya polemik dan mewabahnya demam T-shirt di masyarakat, pada tahun 1961 sebuah organisasi yang menamakan dirinya "Underwear Institute" (Lembaga Baju Dalam) menuntut agar T-shirt diakui sebagai pakaian sopan, seperti halnya pakaian-pakaian lainnya. Mereka secara sepakat mengatakan bahwa T-shirt adalah karya busana yang telah menjadi bagian dari kultur mode. Puncaknya demam T-shirt di Eropa dan Amerika akhirnya terjadi pada tahun 1961. Pada saat itu aktor James Dean mengenakan kaus oblong dalam film Rebel without a Cause.

Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar disini.
"PERINGATAN!!"
DILARANG MENGGUNAKAN BAHASA HEWAN/BAHASA DARI PLANET LAIN.